Dra. Muliati

Menulis itu jiwa dan nyawa. Jika masih bisa menulis berarti jiwa dan nyawa masih sehat. Pupuklah itu selagi ada kesempatan. Menulislah kap...

Selengkapnya
Navigasi Web
TANTANGAN MENULIS HARI KE (83)  PAHITNYA SEBUAH PERJANJIAN  Part ke-23

TANTANGAN MENULIS HARI KE (83) PAHITNYA SEBUAH PERJANJIAN Part ke-23

TANTANGAN MENULIS HARI KE (83)

PAHITNYA SEBUAH PERJANJIAN

#Part ke-23#

Seorang wanita turun dari mobil menuju ke ruang satpam. Mereka berbincang-bincang. Tiba tiba pak satpam menunjuk ke arahku. “Siapa, ya kira-kira wanita itu,” hatiku bertanya. Jarak ruang satpam dengan gedung utama kira-kira 100 meter. Jadi tak hapal wajah wanita itu. Aku sudah sampai depan ruang satpam. “Ini Bu Mila?” wanita itu menyapaku.

“Ya, saya Mila. Ada apa, Bu?” sambil menatapnya heran.

Saya hanya menyampaikan pesan. Ibu disuruh datang ke rumah sakit. Aris kecelakaan, Bu. Ia luka parah.

“Aris di rumah sakit? Kecelakaan. Ya Allah sembuhkanlah Ia.” Aku berdoa dengan khusuk. Aku betul-betul kaget.

Dia menyampaikan pesan Aris agar aku menemuinya di rumah sakit. Aku awalnya keberatan karena anakku menunggu makan siang bersama.

Tapi, wanita itu bermohon agar aku ikut dengannya karena Aris kecelakaan dan luka parah. Akhirnya aku nurut dan naik mobil bersama wanita tersebut. Aku dibawa ke rumah sakit umum. Ternyata Aris di ruang UGD.

Tak ada yang menemani. Tak ada yang menunggui. Aku dipersilakan masuk oleh dokter. Ternyata Aris pingsan. Kasihan sekali anak ini. Hidup sendiri. Mencintai orang yang salah. Aku benar-benar prihatin. Anak yang cerdas, tampan, tapi hidupnya tak pernah bahagia.

Kuperhatikan tubuhnya yang tergeletak tak berdaya. Wajahnya penuh luka. “Tadi ia sempat sadar, saya coba tanya ada keluarganya. Katanya bu Mila, mengajar di SMK 3. Akhirnya saya minta tolong asisten saya mencari Bu Mila. “ dokter merceritakan kepadaku.

“Apa hubungan Bu Mila dengan Aris?” tanya dokter lagi.

“Ia adik angkat saya, Dok. “ Aku jawab asal-asalan. Tapi, memang ya, adik angkat aku. Tiba-tiba aku teringat anakku. Ternyata, aku sudah dua jam di rumah sakit. Saya coba panggil Aris tidak menyahut juga. Akhirnya aku putuskan untuk pulang ke rumah. Kasihan anakku terlalu lama kutinggalkan. Kebiasaan kami adalah makan bersama pagi, siang, dan malam.

Kutinggalkan ruang UGD dengan hati sedih dan pilu. Sebetulnya aku ingin menemaninya sampai ia sadar. Tapi tak mungkin. Anakku juga butuh perhatian. Jika aku terlambat pulang, dia bisa menangis sampai aku ada di hadapannya.

Dokter pun minta nomor telepon rumah jika ada sesuatu. Akhirnya kuberikan nomor telepon rumah.

Baru saja kami makan bersama, tiba-tiba telepon berdering. Hatiku berdebar-debar. Pasti dari rumah sakit. Aku bergegas mengangkatnya. Ternyata dari suamiku. Dia terlambat pulang karena ada lembur di kantor. Padahal aku ingin diantar ke rumah sakit melihat Aris.

Siang sudah beranjak ke peraduannya malam pun datang dengan senyum kecut. Setelah salat Isa, aku langsung tidur karena seharian terasa capek.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kasihan Aris tidk ada yg menemani di rumahsakit

06 Apr
Balas

Ditunggu lanjutannya

06 Apr
Balas

Next...

06 Apr
Balas

Bagus ibu, di tunggu kelanjutannya.

06 Apr
Balas



search

New Post